Di tengah suasana gerimis kompleks Perumahan Kosambi, Jakarta Barat, kami menjumpai sesosok pria yang sehari-harinya ditemani dengan gerobak sayur. Pria itu adalah Pak Jumadi. Pria yang lahir pada tanggal 25 November 1965 ini telah malang melintang dengan gerobak sayurnya selama 16 tahun. Sebelum menjadi pedagang sayur, Pak Jumadi menjajal kemampuannya di PT. Migro, sebuah pabrik biskuit yang terletak di kawasan Daan Mogot. Dulu, sewaktu Pak Jumadi bekerja di pabrik tersebut, ia memperoleh penghasilan yang jumlahnya kurang mencukupi. Oleh karena itu, atas usulan dari tetangganya yang telah sukses bergelut dalam perdagangan sayur, akhirnya Pak Jumadi memutuskan untuk mengikuti jejak tetangganya. Maka, pada tahun 1992, ia mulai membangun usaha barunya, yaitu berdagang sayur-mayur dari jam 7 hingga jam 2 siang di sekitar Perumahan Kosambi. Sayur-sayur yang dijualnya antara lain kubis, kacang panjang, buncis, sawi, jagung, aneka cabai, wortel, kentang, tempe, tahu, daun bawang, pare, dan sayur-sayur lainnya. Selain itu, ia juga menjual buah-buahan seperti pisang dan juga berbagai kerupuk.
Usaha ini ternyata dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, walaupun masih pas-pasan. Dalam sehari, ia bisa memperoleh penghasilan sekitar 60-70 ribu, dan penghasilan terbesarnya selama ini adalah 100 ribu per hari. Namun, keberhasilannya dalam berdagang tidak sejalan dengan keberhasilannya dalam keluarga, karena istrinya telah berpulang ke rumah Bapa, dan meninggalkan 2 orang anak. Demi menghidupi kedua orang anaknya, Pak Jumadi terpaksa harus mengembara sendiri dan kos di Jakarta, sementara kedua anaknya ia titipkan pada orangtuanya di Solo. Ia masih tetap rutin menjenguk kedua anaknya di Solo setiap 2 bulan sekali.
Di tengah kesulitan hidupnya itu, ia masih ingat kepada Tuhan dan menyempatkan diri untuk sholat di masjid Kosambi. Oleh karena itu, ia bisa tabah dalam menjalani berbagai rintangan hidup dan juga dalam berdagang, terutama dalam menghadapi pembeli yang rewel. Misalnya pembeli yang protes karena sayur tidak segar (padahal segar lo!!!), dan pembeli yang suka menurunkan harga menjadi miring. Untungnya, ia masih bertemu dengan pembeli yang baik hati dan mau menaikkan harga beli-nya untuk menambah keuntungan Pak Jumadi. Ia berharap, dengan perjuangannya mencari nafkah itu, anak-anak dan orangtuannya bisa tetap hidup dengan layak, khusunya ia berharap agar anaknya bisa menamatkan pendidikan dan mendapatkan perkerjaan yang jauh lebih baik dari pekerjaan ayahnya. Ia berharap anaknya bisa menjadi orang yang sukses, seperti orang-orang perkotaan.
Inilah kehidupan Pak Jumadi, salah seorang dari jutaan orang di Indonesia yang berusaha keras untuk dapat menghidupi diri dan keluarganya. Apapun dilakukan agar keluarganya bahagia, agar anaknya bisa bersekolah setinggi mungkin. Ia bahkan mau berkorban untuk bisa membahagiakan keluarganya itu.
Hendaknya kita bercemin dari pengalaman Pak Jumadi ini agar bisa lebih memaknai arti hidup yang sesungguhnya.
Tia X5-25 dan Nadya X5-18
No comments:
Post a Comment