Dari pengalaman saya ketika mewawancarai Pak Rasim di parkiran timur senayan saat ada event Green Festival. Saya menyadari bahwa kehidupan di luar sana jauh lebih keras dari yang saya kira. Terutama bagi masyarakat yang miskin dan harus berusaha seharian penuh untuk mendapatkan uang yang jumlahnya tidak sebanding dengan tenaga yang ia keluarkan untuk mendapatkannya. Mereka harus bekerja keras dan mengorbankan segala waktu dan tenaganya terkuras habis.
Saya sangat salut dengan Pak Rasim karena menurut saya ia memiliki semangat juang yang tinggi dan rendah hati menjalani sulitnya hidup. Walaupun penghasilan yang ia dapatkan tidak menentu, ia berusaha untuk tidak mengemis dan memilih untuk tetap berdagang minuman dan lampu dengan penghasilan 30.000 per hari. Ia juga bercerita bahwa ia sering menganggur saat tidak ada event. Saat itu ia hidup dari uang yang ia sisihkan.
Pak Rasim tinggal sendiri di Jakarta karena orang tuanya telah meninggal dunia dan ia belum memiliki istri. Ia tinggal di Tangerang dengan mengekos. Setiap hari Pak Rasim pulang pergi dari Jakarta ke Tangerang. Ia juga harus membawa barang dagangannya yang berat dan harus berdesak-desakan di bis kota. Walaupun begitu ia tidak ada wajah lelah ketika saya menghampirinya dan membeli satu buah minuman yang ia jual walaupun itu sudah sekitar jam 8 malam. Dia juga masih menawarkan lampu kepada orang-orang yang lewat.
Saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena saya dilahirkan dari keluarga yang dapat menghidupi dan mencukupi segala kebutuhan saya. Dari pendidikan sampai hal-hal lain. Pengalaman ini menjadi refleksi bagi saya untuk lebih peduli pada berbagai masyarakat yang kurang mampu karena nasih banyak sekali masyarakat Indonesia yang miskin. Saya berharap supaya mereka mendapat perhatian khusus dari setiap warga karena banyak sekali orang yang membutuhkan juluran tangan dan tidak seharusnya kita mendiskriminasi mereka karena pekerjaannya.
Thursday, April 24, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment