Wawancara dengan penarik delman di Gelora Bung Karno, 20 April 2008
Sasi (X5/26)
Viny (X5/30)
Sudah berapa lama narik delman, Mas?
Dari SMP kelas satu
Sekarang Mas umurnya berapa?
Sekarang umurnya dua puluh dua
Mas tinggal di mana ya?
Tinggal di Slipi
Oh, deket Regina Pacis!
Iya, tapi saya di deket Rumah Sakit Bakti Mulya-nya
Oh iya, kalau narik dari jam berapa Mas?
Dari pagi..
Sampai malam?
Engga, Cuma sampai jam 6an... Kalo uda keliatan gelap ya saya pulang....
Biasanya ramai tidak kalau narik begini tiap harinya?
Ya tergantung..Kalo ngga ada acara kayak gini (Green Festival) ya sepi banget.
(sesekali ia mencambuk kudanya yang mulai melambat jalannya)
Kalau jalan ke sini (Senayan) naik delmannya langsung gitu Mas, atau gimana?
Iya...Jalan dari rumah langsung naik delmannya.
Ngomong-ngomong, ini kuda dan delmannya dari mana ya mas?
Oh...ini punya orangtua.. dari Jaman Belanda sudah punya.
Kudanya udah tua dong mas?
Ya enggak… Kudanya enggak tua. Maksudnya keluarga saya sudah jual beli kuda dari jaman Belanda.
Hari ini banyak yang naik Mas?
Sasi (X5/26)
Viny (X5/30)
Sudah berapa lama narik delman, Mas?
Dari SMP kelas satu
Sekarang Mas umurnya berapa?
Sekarang umurnya dua puluh dua
Mas tinggal di mana ya?
Tinggal di Slipi
Oh, deket Regina Pacis!
Iya, tapi saya di deket Rumah Sakit Bakti Mulya-nya
Oh iya, kalau narik dari jam berapa Mas?
Dari pagi..
Sampai malam?
Engga, Cuma sampai jam 6an... Kalo uda keliatan gelap ya saya pulang....
Biasanya ramai tidak kalau narik begini tiap harinya?
Ya tergantung..Kalo ngga ada acara kayak gini (Green Festival) ya sepi banget.
(sesekali ia mencambuk kudanya yang mulai melambat jalannya)
Kalau jalan ke sini (Senayan) naik delmannya langsung gitu Mas, atau gimana?
Iya...Jalan dari rumah langsung naik delmannya.
Ngomong-ngomong, ini kuda dan delmannya dari mana ya mas?
Oh...ini punya orangtua.. dari Jaman Belanda sudah punya.
Kudanya udah tua dong mas?
Ya enggak… Kudanya enggak tua. Maksudnya keluarga saya sudah jual beli kuda dari jaman Belanda.
Hari ini banyak yang naik Mas?
Ya..banyak... lumayanlah....
Sehari kira-kira ada berapa orang mas yang naik?
Ya tergantunglah... Kalau ramai bisa sampe 15-an... Kalau sepi ya cuma 5an.... Ya namanya rejeki kan enggak bisa tahu.... Tergantung Tuhan maunya bagaimana.....
Mas sebenarnya suka enggak sih narik delman begini?
Ya suka enggak suka..... Habis memang tidak ada kerjaan lagi.... Apa boleh buat...
Ini lagi wawancara ya? Kok daritadi tanya melulu? (sambil tertawa)
Oh.. iya Mas, jadi kami dapet tugas dari sekolah tentang “Profesi-profesi yang ada di Jakarta”. Kita melihat kan menarik sekali masih ada orang yang mau narik delman yang khasnya Jakarta banget. Kita lihat Mas masih berpegang teguh sama tradisi Jakarta ini. Jadi kita memutuskan untuk mewawancarai Mas. Boleh kan Mas?
Oh.... Boleh.
Mas sendiri orang mana ya?
Saya asli Jakarta. Betawi asli. Dari jaman nenek moyang sudah tinggal di sini.
Kuda ini sendiri ada namanya enggak Mas?
Ini kuda saya kasih nama Sinchan.
Punya berapa delman Mas?
Ada dua....
Terus, kalo kuda satu lagi siapa yang narik Mas?
Tergantung. Kalo ada encing saya ya dia yang narik, tapi kalau enggak ada ya di rumah aja.
Kalau enggak narik ada kegiatan lain enggak Mas?
Enggak. Di rumah aja biasanya.
(tiba-tiba ada penarik delman lain yang menyapanya)
Itu boss disini.
Bos?
Bukan bos sih... Cuma kayak koodinator disini.
Wah! Hebat sekali sampai ada koordinator delman segala!
(tertawa)
Kira-kira disini ada berapa delman Mas?
Waaahhhh.... Banyak banget. Saya kurang tahu berapa tepatnya.
Itu semua dia yang koordinator?
Iya.
(Turun dari delman)
Oh iya Mas, sampai lupa tanya, namanya siapa ya?
Nama saya Nana.
Terima kasih banyak ya Mas Nana sudah mau kita wawancarain. Semoga hari ini banyak yang naik!
Ya. Terima kasih juga.
Refleksi (Sasi) :
Setelah mewancarai penarik delman, saya sangat menyadari bahwa saya sangat beruntung untuk mempunyai kehidupan seperti sekarang ini. Dibandingkan dengan Mas Nana yang hanya bersekolah sampai SD lalu ia harus bekerja menarik delman terus, saya sampai sekarang masih bisa bersekolah dan makan dengan mudahnya. Saya tidak perlu bekerja untuk mendapatkan hal-hal tersebut. Melalui wawancara ini, saya disadarkan bahwa dalam kehidupan saya tidak boleh hanya terus-terusan melihat keatas, tapi saya harus melihat ke bawah dahulu. Saya harus bersyukur akan apa yang saya punyai, bukan merasa tidak puas terus karena tidak dapat memenuhi keinginan saya yang tidak ada habisnya.
Refleksi (Viny) :
Pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman mewawancarai ini adalah saya harus mengucap syukur atas segala keadaan saya saat ini. Meski saya memiliki banyak kekurangan, tetapi ternyata saya masih lebih beruntung dari orang-orang yang ternyata ada di sekitar kita. Banyak orang berjuang keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bekerja banting tulang dari pagi sampai malam, tetapi saya beruntung punya Ayah dan Ibu yang bisa menghidupi saya dengan layak.
Saya sangat senang dapat mewawancarai orang-orang seperti Mas Nana ini. Saya jadi tersadar bahwa saya tidak boleh mengeluh atas segala ketidakpunyaan saya. Selama ini saya mengeluh karena saya tidak sepintar ini, atau saya tidak sehebat dia, dll. Tapi sekarang saya mensyukuri segala apa yang telah Tuhan berikan kepada saya.
Sehari kira-kira ada berapa orang mas yang naik?
Ya tergantunglah... Kalau ramai bisa sampe 15-an... Kalau sepi ya cuma 5an.... Ya namanya rejeki kan enggak bisa tahu.... Tergantung Tuhan maunya bagaimana.....
Mas sebenarnya suka enggak sih narik delman begini?
Ya suka enggak suka..... Habis memang tidak ada kerjaan lagi.... Apa boleh buat...
Ini lagi wawancara ya? Kok daritadi tanya melulu? (sambil tertawa)
Oh.. iya Mas, jadi kami dapet tugas dari sekolah tentang “Profesi-profesi yang ada di Jakarta”. Kita melihat kan menarik sekali masih ada orang yang mau narik delman yang khasnya Jakarta banget. Kita lihat Mas masih berpegang teguh sama tradisi Jakarta ini. Jadi kita memutuskan untuk mewawancarai Mas. Boleh kan Mas?
Oh.... Boleh.
Mas sendiri orang mana ya?
Saya asli Jakarta. Betawi asli. Dari jaman nenek moyang sudah tinggal di sini.
Kuda ini sendiri ada namanya enggak Mas?
Ini kuda saya kasih nama Sinchan.
Punya berapa delman Mas?
Ada dua....
Terus, kalo kuda satu lagi siapa yang narik Mas?
Tergantung. Kalo ada encing saya ya dia yang narik, tapi kalau enggak ada ya di rumah aja.
Kalau enggak narik ada kegiatan lain enggak Mas?
Enggak. Di rumah aja biasanya.
(tiba-tiba ada penarik delman lain yang menyapanya)
Itu boss disini.
Bos?
Bukan bos sih... Cuma kayak koodinator disini.
Wah! Hebat sekali sampai ada koordinator delman segala!
(tertawa)
Kira-kira disini ada berapa delman Mas?
Waaahhhh.... Banyak banget. Saya kurang tahu berapa tepatnya.
Itu semua dia yang koordinator?
Iya.
(Turun dari delman)
Oh iya Mas, sampai lupa tanya, namanya siapa ya?
Nama saya Nana.
Terima kasih banyak ya Mas Nana sudah mau kita wawancarain. Semoga hari ini banyak yang naik!
Ya. Terima kasih juga.
Refleksi (Sasi) :
Setelah mewancarai penarik delman, saya sangat menyadari bahwa saya sangat beruntung untuk mempunyai kehidupan seperti sekarang ini. Dibandingkan dengan Mas Nana yang hanya bersekolah sampai SD lalu ia harus bekerja menarik delman terus, saya sampai sekarang masih bisa bersekolah dan makan dengan mudahnya. Saya tidak perlu bekerja untuk mendapatkan hal-hal tersebut. Melalui wawancara ini, saya disadarkan bahwa dalam kehidupan saya tidak boleh hanya terus-terusan melihat keatas, tapi saya harus melihat ke bawah dahulu. Saya harus bersyukur akan apa yang saya punyai, bukan merasa tidak puas terus karena tidak dapat memenuhi keinginan saya yang tidak ada habisnya.
Refleksi (Viny) :
Pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman mewawancarai ini adalah saya harus mengucap syukur atas segala keadaan saya saat ini. Meski saya memiliki banyak kekurangan, tetapi ternyata saya masih lebih beruntung dari orang-orang yang ternyata ada di sekitar kita. Banyak orang berjuang keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bekerja banting tulang dari pagi sampai malam, tetapi saya beruntung punya Ayah dan Ibu yang bisa menghidupi saya dengan layak.
Saya sangat senang dapat mewawancarai orang-orang seperti Mas Nana ini. Saya jadi tersadar bahwa saya tidak boleh mengeluh atas segala ketidakpunyaan saya. Selama ini saya mengeluh karena saya tidak sepintar ini, atau saya tidak sehebat dia, dll. Tapi sekarang saya mensyukuri segala apa yang telah Tuhan berikan kepada saya.
No comments:
Post a Comment