Melihat hasil wawancara yang kami lakukan dengan Pak Mashurip, saya menyadari betapa tidak mudahnya mencari uang. Saya yang orang tuanya berkecukupan, bisa dengan mudah mendapat uang jajan tanpa harus bekerja keras di panasnya terik matahari. Hal ini terkadang membuat saya lupa akan sekitar saya dan orang-orang yang tak mampu hidupnya. Jika kita membuat perbandingan, mungkin uang jajan saya seminggu cukup untuk makan satu keluarga yang kurang mampu untuk seminggu. Padahal itu baru uang jajan saya. Bagaimana dengan semua uang yang dikeluarkan untuk sebulan? Saya juga pernah membandingkan uang sekolah saya dengan uang sekolah salah satu sepupu saya yang tergolong tidak mampu. Uang sekolahnya untuk sebulan sebesar Rp 50.000. Jika dibandingkan, uang sekolah saya mampu membayarnya sekolah selama 6 bulan. Bisa dilihat perbedaannya yang begitu besar. Inilah yang kadang mengingatkan saya apabila saya sudah “lupa daratan”.
Saat Pak Mashurip mengatakan harapannya tentang anak-anaknya yaitu semoga anak-anaknya dapat berhasil dan tidak mengikuti jejak Pak Mashurip, saya sangat tersentuh. Ia banting tulang mencari uang demi masa depan anaknya. Ini menjadi harapan semua orang tua terhadap anaknya. Ini juga mengingatkan saya pada orang tua saya. Terkadang saya marah saat mereka memarahi saya saat saya tidak belajar, terus-terusan menonton. Malah saya sering berpikir mereka tidak suka anaknya istirahat. Padahal mereka hanya mengkhawatirkan saya kalau-kalau saya lengah dan ketinggalan pelajaran. Siapa yang menanggung kesalahan yang di buat? Ya saya sendiri. Siapa yang akan menyesal? Ya saya sendiri. Maka disinilah orang tua berperan sebagai pengingat. Tanpa lelah mereka terus-menerus mengingatkan saya.
Maka dengan wawancara ini, saya semakin tersadar bahwa sudah seharusnya saya mensyukuri atas apa yang saya dapat dari Tuhan. Ini mengingatkan saya untuk tidak terus melihat ke atas. Sesekali lihatlah ke bawah. Karena banyak orang yang lebih berkekurangan baik secara fisik, materi, mental daripada kita. Tak semua orang mampu atau berkelimpahan hidupnya. Tidak semuanya dapat kita miliki. Nikmatilah apa yang sudah kita miliki. Dan selalu siap apabila suatu saat kita kehilangan. Karena apa yang kita miliki di dunia, bukanlah milik kita. Melainkan “barang pinjaman” dari Tuhan yang sewaktu-waktu dapat hilang tanpa dapat kita prediksi.
Saturday, April 26, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment