Oleh : Eka (X5/6) dan Retha (x5/16)
Seorang penjual minuman yang duduk di samping dagangannya menarik kami untuk melakukan wawancara ini. Pak Musharip namanya. Awalnya ia menolak untuk diwawancarai. Namun tidak lama cerita seputar kehidupannya mengalir dengan suara kecil. Ia berdagang berbagai jenis minuman yang seringkali kita beli di pinggir jalanan untuk sekedar melepas dahaga. Keadaan inilah yang dimafaatkan Pak Musharip untuk mencari uang.
Pak Musharip kerapkali berjualan di arena balap motor liar yang sering diadakan setiap akhir minggu. Akhir minggu ini menjadi pilihan tepat baginya karena saat akhir minggu lah di mana dagangannya habis laku. Sementara di hari lain, Pak Musharip hanya bisa menganggur sesekali bertani. Selain itu, dengan bekerjasama dengan beberapa penjual lainnya, Pak Musahrip selalu mencari info acara-acara besar yang akan diselenggarakan. Seperti Green Festival kemarin di Parkir Timur Senayan maupun pentas seni yang kerap kali terlaksana di berbagai tempat. Setiap kali berjualan, tempat berjualan seringkali berpindah. Rumahnya jauh terletak di Tangerang. Hal ini memaksanya untuk berangkat lebih pagi dan menempuh perjalanan jauh, namun tidak dihiraukannya asal mendapat penghasilan.
Pak Musharip kerapkali berjualan di arena balap motor liar yang sering diadakan setiap akhir minggu. Akhir minggu ini menjadi pilihan tepat baginya karena saat akhir minggu lah di mana dagangannya habis laku. Sementara di hari lain, Pak Musharip hanya bisa menganggur sesekali bertani. Selain itu, dengan bekerjasama dengan beberapa penjual lainnya, Pak Musahrip selalu mencari info acara-acara besar yang akan diselenggarakan. Seperti Green Festival kemarin di Parkir Timur Senayan maupun pentas seni yang kerap kali terlaksana di berbagai tempat. Setiap kali berjualan, tempat berjualan seringkali berpindah. Rumahnya jauh terletak di Tangerang. Hal ini memaksanya untuk berangkat lebih pagi dan menempuh perjalanan jauh, namun tidak dihiraukannya asal mendapat penghasilan.
Pak Musharip mengeluh masalah larangan pemerintah yang melarang pendagang kaki lima berjualan namun tidak mengeluarkan solusi tepat. Padahal penghasilannya untuk keluarganya. Setiap minggunya bapak yang berusia 41 tahun ini memperoleh penghasilan sebesar Rp 100.000,- hingga Rp 200.000,-. Dirasanya, penghasilan tersebut cukup untuk makan keluarga dan sekolah bagi keempat anaknya. Harapan besar bagi anak-anaknya menjadi cambuknya setiap hari saat berjualan. Ia sangat berharap dewasa nanti, anak-anaknya tidak bekerja menjadi pedagang kaki lima sepertinya. Tetapi menjadi lebih baik darinya dan dengan berdagang minumanlah ia pilih untuk mencapai asanya.
No comments:
Post a Comment