Sekitar pukul 5 sore, kami mengunjungi GREEN FESTIVAL 2008 di Parkir Timur Senayan. Kami keluar dari area festival itu pada pukul 7 malam. Banyak pedagang – pedagang yang berjualan di sekitar pintu keluar Green Festival itu. Kami pun mengunjungi salah seorang pedagang yang menjual minuman. Setelah membeli minuman yang ia jual, kami memulai wanwancara dengan pria bernama Rasim itu.
Pak Rasim adalah seorang pedagang minuman dan lampu di senayan. Ia belum berkeluarga dan kedua orangtuanya sudah meninggal. Ia tinggal sendirian di kostnya yang terletak di Tangerang sehingga ia harus bolak-balik Tangerang-Senayan setiap harinya. Sudah setahun ia bekerja sebagai seorang pedagang. Penghasilannya pun tidak menentu, kadang ada dan kadang tidak ada sama sekali. Kalupun ada, penghasilannya hanya berkisar Rp30.000. Meskipun begitu, ia tetap bisa mensyukuri hidupnya dan mencukupi kebutuhannya selama ini.
Uang yang ia dapatkan dari berdagang ia gunakan untuk makan, membayar kost, dan sebagiannya ditabung. Tabungan sangat diperlukan oleh Pak Rasim, karena ada kalanya ia tidak mendapatkan penghasilan. Pria asal Jakarta ini berdagang hanya saat ada event di senayan atau tempat-tempat lain yang tidak terlalu jauh dari senayan. Jadi saat tidak ada event, ia harus menganggur.
Layaknya seorang manusia, Pak Rasim belum merasa puas dengan pekerjaannya saat ini. Menjadi seorang pedagang seperti yang ia lakukan saat ini cukup melelahkan. Apalagi ia harus berdagang dari pagi hingga larut malam. Ia juga berharap bisa bekerja sebagai pegawai kantor yang berpenghasilan tetap. Sebelum menjadi seorang pedagang, ia pernah bekerja di Telkom sebagai seorang sales, tetapi ia tidak merasa nyaman dengan pekerjaannya sehingga ia keluar dari Telkom. Menurut Pak Rasim, image seorang sales di masyarakat jelek dan banyak resiko yang harus ia hadapi selama menjadi sales. Tidak hanya itu, penghasilan seorang sales pun tidak menentu. Ia pun sempat ditipu oleh customernya. Oleh karena itu, ia pun berhenti menjadi seorang sales dan mulai berdagang lampu dan minuman.
Bagi Pak Rasim, asalkan ia bisa makan setiap hari dan memiliki tempat tinggal, ia sudah bersyukur kepada Tuhan. Ia juga berharap suatu saat nanti ia bisa merasakan kehidupan yang lebih baik dari kehidupannya saat ini.
Wawancara dengan Pak Rasim berakhir dan kami membayar minuman yang kami beli. saat membayar, kami diberi potongan Rp1.000 karena kami berdua tidak memiliki uang seribuan. Demikianlah hasil wawancara kami dengan Pak Rasim seorang pedagang di senayan.
Grace / 11 ; Vania / 28
Thursday, April 24, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment